BLOG PENDUKUNG

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Powered by Blogger

Powered by Blogger

27 Agustus 2009

Sasis Yamaha YZF-M1 VS Ducati GP9

Balap motor prototype (MotoGP) selalu menyuguhkan pertandingan teknologi, begitu juga dengan Yamaha dan Ducati. Saat Ducati unggul dengan katup desmodromic, Yamaha mati-matian mengembangkan katup pneumatic. Giliran mesin 800cc Yamaha yang berkatup pneumatic tadi bisa selaras dengan sasis baru aluminium twin tube delta box, giliran Ducati yang kewalahan karena sasisnya terus bermasalah di musim 2008 lalu.

Enggak mau kalah, Ducati pun menjawab kekalahannya dengan sasis carbon fiber. Sebenarnya teknologi baru Ducati dengan frame karbon fibernya ini bukan semata-mata ingin mengejar Yamaha tapi yang lebih penting adalah bagaimana menyalurkan tenaga mesin sebaik-baiknya. Hal yang sama juga dilakukan Yamaha pada musim 2008 lalu ketika pada 2007 juga bermasalah dengan sasis.

Sasis Yamaha Menari Bersama Pembalap

Sesuai karakter mesin 4 silinder segarisnya, Yamaha YZF-M1 memiliki karakter yang sangat halus. Tidak pernah satupun pembalap Yamaha mengeluhkan tenaga YZF-M1 terlalu liar. Maka dari itu Yamaha tetap bergelut dengan sasis yang tak jauh berbeda dengan yang dipakainya pada tahun 2008 lalu. Aluminium twin tube delta box yang dipakai Yamaha dirasa sudah lebih kaku dari versi sebelumnya (2007) sehingga dianggap mampu untuk meredam tenaga lebih dari 200 dk.

Hanya saja sasis ini tetap dirancang dengan fleksibilitas tinggi. Selain karena materialnya yang terbuat dari alumunium, sasis ini juga dibuat dengan fitur multi adjustable pada steering geometry, wheelbase dan ride height yang memungkinkan pembalap melakukan settingan sesuai karakter balap dan sirkuit yang dilaluinya. Yang pasti pembalap jadi punya pilihan untuk menciptakan settingan yang sesuai dengan tariannya sendiri-sendiri.

Sasis Yamaha lentur dan fleksibel

Sebenarnya kelincahan sasis Yamaha YZF-M1 yang selama ini digembar-gemborkan juga didukung dengan desain kruk as mesin YZF-M1 yang berbeda dengan rival-rivalnya karena berputar ke belakang.

Keuntungannya gaya gyroscopic yang dihasilkan motor saat berlari bisa dikurangi. Gaya gyroscopic jika terlalu besar bisa merugikan karena membuat motor terlalu kaku. Dengan desain kruk as ini efeknya motor lebih nurut diajak menari meski di Yamaha YZF-M1 hanya memiliki satu unit gyroscopic sensor.

Gyroscopic sensor ini memberikan input pada data logger untuk memerintahkan ECU memberikan komposisi tenaga yang tepat yang membuat motor mudah dibelokan. Selain Gyroscopic sensor, Yamaha YZR-M1 juga dilengkapi dengan wheel speed sensors, suspension sensor, GPS dan bank angle untuk mengaktifkan traction contol, anti wheeli contol, brake control, launch contol dan banyak lagi fitur control assist pada Yamaha YZR-M1. Tapi kalau ternyata tetap kalah dari Ducati, kayaknya Yamaha memang harus upgrade lagi performa mesinnya!

Carbon Fiber Meredam Tenaga Gajah Ducati

Tenaga Ducati GP9 sudah diakui begitu luar biasa. Konstruksi empat silinder V4 90 derajatnya mampu menghasilkan tenaga diatas 200 dk dan mampu berlari lebih dari 310km/jam. Selain Stoner, joki lain agaknya tidak biasa dengan tenaga yang meledak-ledak. Karena sasis turbular yang sebelumnya dipakai terbukti terlalu lentur dan tidak mampu membuat Ducati GP9 nurut diajak bermanuver. Sampai akhirnya datang ide gila untuk membuat sasis monocoque dari bahan dasar komposit serat karbon.

Sesuai namanya, monocoque adalah jenis sasis yang menyatu dengan bodi. Kalau di motor mungkin mirip konstruksi Vespa, tapi di mobil hampir semua mobil baru sudah memakai sasis jenis ini. Salah satu keuntungannya adalah soal kenyamanan. Tapi di balap kenyamanan jadi nomor dua yang terpenting dari konstruksi ini adalah karakter rigidnya.

Boks air filter ada disasis ini

Sedang karbonnya sendiri punya karakter kuat tapi ringan. Konstruksi monocoque nya sendiri punya maksud untuk memperbanyak komposit karbon fiber agar semakin kuat dan rigit.

Selain itu pilihan material ini juga punya maksud untuk menekan biaya dan mempermudah modifikasi. Tingkat kekerasan dan kelenturannya bisa diatur dapat dicapai hanya dengan mengubah jenis dan jumlah dari karbon fiber, menggunakan peralatan yang sama.

Sesuai konsep Ducati yang lari dari konsep sasis konvensional. Ducati menganggap mesin, main frame, sub frame, swing arm dan sokbraker depan jadi satu kesatuan. Sasis bukan penghubung satu part dengan part lainnya.

Jadi jangan heran bila main frame hanya menghubungkan mesin dengan komstir. Main frame juga didesain sebagai tempat air filter. Sedang swing arm terhubung langsung pada mesin. Begitu juga dengan sub frame yang menghubungkan mesin ke jok dan footstep.

Akhirnya sasis yang sangat kaku dan jadi satu kesatuan ini mampu meredam liarnya mesin Ducati GP9. “Dengan sasis ini Stoner tidak hanya menunggu saat akan mau masuk tikungan, tapi bisa lebih agresif. Selain itu ketika keluar dari tikungan roda belakang juga bisa memperoleh torsi lebih,” terang Filippo Preziosi, technical director Ducati.

Buktinya saat di uji di Jerez yang sebelumnya dianggap sulit bagi Ducati, Stoner justru cepat disana. Tapi perlu diingat keberhasilan Stoner tetap didukung perangkat control assist sama seperti yang dipakai Rossi di Yamaha YZR-M1nya.

Oleh : Dimas ‘Popo’ Pradopo
Foto : Yamaha/Ducati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar